Definisi
Terdapat bermacam-macam batasan atau
definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya
adalah :
- Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
- Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
- Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber
daya dari sektor
privat kepada sektor
publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak
menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan
individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan
jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan
jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari
perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu
perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya
kewajiban warga negara
untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai
kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa
pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya
kepastian hukum, baik bagi fiskus
sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No
6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun
2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat
Unsur
pajak
Dari berbagai definisi yang
diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai
pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian
secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik
kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak antara lain
sebagai berikut:
- Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
- Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraantor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
- Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
- Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
- Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
Jenis
Pajak
Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua jenis
yaitu:
Sering disebut juga Pajak pusat
yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari:
Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU
No. 42 Tahun 2009
UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang
Kepabeanan
UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai
Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
- Pajak Provinsi terdiri dari:
- Pajak Kendaraan Bermotor;
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
- Pajak Air Permukaan; dan
- Pajak Rokok.
- Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
- Pajak Hotel;
- Pajak Restoran;
- Pajak Hiburan;
- Pajak Reklame;
- Pajak Penerangan Jalan;
- Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
- Pajak Parkir;
- Pajak Air Tanah;
- Pajak Sarang Burung Walet;
- Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Undang
- undang Perpajakan Negara
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
- Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
Fungsi
pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan
karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
- Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya
ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk
pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja
barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang
dikeluarkan dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah
ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor
pajak.
- Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan
ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan
fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal,
baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas
keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah
menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
- Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah
memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas
harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa
dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
- Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh
negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga
untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Syarat
pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan
pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat
akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak
akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah,
maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
- Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk
hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam
hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam
pelaksanaannya.
Contohnya:
- Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
- Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
- Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
- Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang
berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur
dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
- Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
- Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
- Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
- Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan
sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa.
Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha
masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
- Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya
yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan
sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak
tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah
untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan
dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
- Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat
menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan
memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai
sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak
rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
- Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
- Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
- Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
Asas pemungutan
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang
mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
1. Menurut Adam Smith dalam
bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four
Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
·
Asas Equality (asas keseimbangan
dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh
negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak
boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
·
Asas Certainty (asas kepastian hukum):
semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan
dapat dikenai sanksi hukum.
·
Asas Convinience of Payment (asas
pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut
pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat
wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima
hadiah.
·
Asas Efficiency (asas efisien atau
asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan
sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
·
Asas daya pikul: besar kecilnya pajak
yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin
tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
·
Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh
negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk
kepentingan umum.
·
Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut
oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
·
Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama
antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam
jumlah yang sama (diperlakukan sama).
·
Asas beban yang sekecil-kecilnya:
pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika
dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib
pajak.
3. Menurut Adolf
Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut:
·
Asas politik finansial: pajak yang
dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua
kegiatan negara.
·
Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus
tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
·
Asas keadilan: pungutan pajak berlaku
secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
·
Asas administrasi: menyangkut masalah
kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan
(bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
·
Asas yuridis: segala pungutan pajak harus
berdasarkan Undang-Undang.
Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi
atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara
tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai
contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan
berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan,
diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara
untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam
menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak
penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai
landasan untuk mengenakan pajak adalah:
- Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
- Asas sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
- Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil
antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau
kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama,
pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan
kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan
dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau
berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam
asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak
tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi
landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan
pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang
memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua
asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang
diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber,
penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada
penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara
yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi
mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas
sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan
ketiganya sekaligus.
Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994,
khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat
disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus
dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial,
yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak
untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident
individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang
penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak
penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh
di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk
(non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk
membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari
sumber-sumber di Jepang.
Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang
berkedudukan di Australia, dikenakan
pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan.
Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas
penghasilan dari sumber yang ada di Australia.
Teori pemungutan
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum
Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:
- Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
- Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
Penerimaan Pajak di Indonesia
Target penerimaan negara Indonesia di sektor pajak tahun 2006 secara
nasional sebesar Rp362 triliun atau mengalami peningkatan 20 persen dari 2005
lalu. Angka tersebut terdiri Rp325 triliun dari pajak dan Rp37 triliun dari
Pajak Penghasilan (PPh) Migas.
Target penerimaan negara dari perpajakan dalam APBN
2006 mencapai Rp402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari:
- Pajak Penghasilan (PPh) Rp198,22 triliun
- Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Rp126,76 triliun
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp15,67 triliun
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp5,06 triliun
- penerimaan pajak lainnya Rp2,76 triliun.
Pendapatan pajak itu sudah termasuk pendapatan cukai Rp36,1 triliun, bea
masuk Rp17,04 triliun dan pendapatan pungutan ekspor Rp398,1 miliar.
Total penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir (2001-2005) sudah mencapai
Rp1.040 triliun.
- Pajak
- Berdasarkan wujudnya, pajak dibedakan menjadi:
- Pajak langsung adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.
- Pajak tidak langsung adalah pajak/pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada negara yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai rokok dan sebagainya.
- Berdasarkan jumlah yang harus dibayarkan, pajak dibedakan menjadi:
- Pajak pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroan terbatas/unit lain.
- Pajak penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan barang/jasa yang dikenakan kepada pembeli.
- Pajak badan usaha adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan bank dan sebagainya.
- Pajak berdasarkan pungutannya dapat dibedakan menjadi:
- Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak/pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat terhadap tanah dan bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah otonom sebagai pendapatan daerah sendiri.
- Pajak perseroan adalah pungutan wajib atas laba perseroan/badan usaha lain yang modalnya/bagiannya terbagi atas saham–saham.
- Pajak siluman adalah pungutan secara tidak resmi/pajak gelap dan merupakan sumber korupsi.
- Pajak transit adalah pajak yang dipungut di tempat tertentu yang harus dilalui oleh pengangkutan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain.
Sumber : wikipedia
www.gunadarma.ac.id